BERSAMA RINGANKAN BEBAN sherly DALAM MENGHADAPI penyakit di matanya
Darah menetes tak dapat ditahan dari mata Sherly, menodai baju tari yang sedang dia dekap malam itu.
“Bu, kena darah lagi…” ucap Sherly pada sang ibunda.
“Ndakpapa Nduk, digantung lagi aja ya…nanti Ibu lap yang kena darah” sang ibunda meraih baju Sherly dan menggantungnya.
Inilah rutinitas Sherly setiap malam… mendekap baju tarinya yang temani hari-harinya sebelum kanker mata merenggut kebahagiaannya.
Menari adalah hidup Sherly. Ketika tubuhnya bergerak, Sheryl merasa bebas.
Meski ayahnya adalah seorang kuli panggul panggilan, tapi menari berikan Sherly harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Namun beberapa bulan lalu ketika Sherly sedang menari dia mulai merasa pandangannya kabur.
Matanya perlahan-lahan sering gatal dan panas. Lama-kelamaan matanya mulai membengkak dan mengeluarkan darah.
Perlahan-lahan pula Sherly mulai tak bisa menari, bahkan bergerak seperti orang normal pun dia sudah tak sanggup.
Di tengah rasa sakit yang menusuk dari mata kiri Sherly yang buta sampai ke ubun-ubunnya, Sherly bertanya-tanya… “masihkah aku bisa melanjutkan mimpi menjadi seorang penari?”
Bukan hanya hati Sherly yang hancur, begitupun hati kedua orang tuanya. Ibu yang selalu mendukung Sherly menari, tak sanggup jika melihat mimpi buah hatinya berhenti di sini.
“Nduk sabar ya… Ibu janji bawa kamu operasi sebentar lagi”’
“Andai saja bisa, Ibu ingin sekali gantikan posisi kamu, agar kamu tidak kesakitan
lagi dan bisa menggapai mimpi menjadi penari.”